Pesona Pantai Pulo Aceh Tersembunyi


Sudah pernah mendengar Rinol/Renol merupakan nama desa di Pulo Aceh (salah satu pulau terpencil di Aceh) pulau ini berseberangan dengan sabang, namun nasibnya berbeda. Rinol diambil dari kata RI Nol, yaitu titik Nol Indonesia yang sekarang tugunya dibangun di sabang. sebenarnya titik Nol Indonesia itu adalah Pulau Aceh, karena penduduknya sedikit, infrastrukturnya kurang memadai dan transportasi minim, sehingga titik nolnya diletakan dipulau seberanganya sabang. Kedua pulau ini menjadi gerbang masuknya kapal Asing ke Aceh pada masa kerajaan sultan Iskandar Muda. sehingga di Pulo Aceh ada tugu mercusuar yang berfungsi sebagai pos penjagaan perbatasan.

Belum banyak yang dapat diceritakan tentang Pulo Aceh, mungkin saja belum terlalu memahami daerah ini dan belum sempat berjalan-jalan keliling Pulo Aceh walaupun sudah dua kali ke tempat ini. Ya setidaknya mampu menjelaskan beberapa tempat yang pernah dilintasi yang dilengkapi dengan foto.

Seperti postingan sebelumnya saya memberanikan diri untuk melintasi laut lepas dengan kapal kecil yang selama ini belum pernah saya naiki. Tujuan menyeberangi laut lepas itu hanya sekedar berbagi ilmu dengan anak-anak di SMA Negeri 2 Pulau Aceh, memberikan wawasan keterampilan kepada anak-anak tentang Seni Budaya. waktu itu saya menggantikan guru yang sedang cuti melahirkan pelajaran seni budaya, jadwal masuknya hanya satu hari, sementara perjalanan menuju ke sana pulang pergi harus dua hari, sehingga menghabiskan waktu tiga hari dalam seminggu. Waktu itu berangkat dari Lam Pulo Banda Aceh naik kapal dengan tujuan perjalanan ke pelabuhan Lam Payung Pulo Aceh. Setelah lepas dar Lam Pulo masuk ke laut lepas, dengan gelombang lumayan tinggi dan goyaang kapal begitu kencang menurut saya, namun penumpang lain biasa saja.

Ku lihat ombak itu menerjang kapal sampai percikan airnya masuk ke dalam kapal. Dalam hatiku, kalaulah kapal ini terbalik sudah pasti aku pertama tenggelam dan meninggal karena tidak bisa berenang. Terus ku perhatikan gelombang itu berkejar-kejaran. Sampailah di ujung Pulau dengan selamat dan masuk ke pelabuhan yang kecil itu. Ku sempatkan mencicipi teh hangat di warung dekat pelabuhan sebelum melanjutkan perjalana darat.


Sepanjang perjalanan darat aku perhatikan indahnya pantai berbatu karang dan pasir putih memandang lepas ke samudra. Sesekali ku pandang gunung ada beberap rumah masyarakat di sana. Jalannya sebagian mulus beraspal dan ada juga masih kerikil. Sore itu juga aku sempatkan melihat senja matahari tenggelam dan paginya lebih cepat bangun dan melihat matari terbit di tepi pantai. Ya baru sekilas itu keindahan yang mampu ku nikmati dalam perjalana pengabdian.

Minggu kembali menyeberang, tapi kali ini naik kapal yang pelabuhannya di Gugup Pulo Aceh. Sedikit berbeda dengan penyeberangan pertama, ini lebih jauh sedikit dan agak lebih lama sampainya, namun lebih cepat perjalanan daratnya menuju penginapan. Penyeberangan ini juga melewati laut lepas pertemuan samudra hindia dan fasifik sehingga gelombangnya seperti berputar di laut tersebut. Gelombang tersebut persis seperti gerakan tari likok pulo (kesenian berasal dari Pulo Aceh) selengkapnya ada pada postingan berikutnya.



Sore itu dengan sepeda motor supra saya mencoba untuk mengelilingi Pulo Aceh, tidak tahu persis apa nama tempatnya. Setelah melewati Pelabuhan Gugup yang merupakan salah satu pelabuhan di Pulo Aceh, melewati pemukiman masyarakat. Kemudian berjumpa jalan menanjak, awalnya jalan itu masih kerikir bekas aspal yang sudah dihancurkan dan sedang diperbaiki. Di pertengahan tanjakan itu jumpa jalan besar beraspal hitam indahnya jalan tersebut yang dibangun di atas pegunungan sementara di sampingnya langsung menghadap pantai dan laut lepas tanpa batas.

Setelah tanjakan itu, jalan mulai menurun kanan kiri semak semi hutan yang sejuk. Tidak lama kemudian betapa terkejutnya saya melihat pantai yang sangat indah dibalik hutan di lereng pegunungan tadi. Saya coba mencari jalan masuk, namun sampai ujung pantai tersebut belum menemuka jalan masuknya. Karena hari juga sudah sore akhirnya saya memilih untuk pulang. Di sekitar tempat tersebut saya belum menemukan ada rumah warga, namun ada kebun masyarakat yang isinya kopi rabusta, coklat dan tanaman lainnya. Berikut beberapa potretan saya pesona pantai yang masih tersembunyi.



Comments

  1. Sungguh luar biasa pengabdian dan ke-eksotisan alamnya Pak...terus semangat mengabdi...💪💪

    ReplyDelete
  2. Satu lagi gudacil beraksi... semangat untuk terus berjuang mencerdaskan anak bangsa. Anggap sedang piknik ya pak, dg suguhan keindahan alam gratis...

    ReplyDelete
  3. Asyik menikmati cerita perjalanan nya. Keuntungan orang suka menulis. Bisa berbagi ke orang lain yang nun jauh disana. Semangat

    ReplyDelete
  4. Wah Pak Ansar ini keren bisa menjadi inspirasi untuk menulis kalau ada yang jauh sekali disana, sesuatu yang manis namun juga getir, karena fasilitas minim pendidikan pun mungkin jauh tertinggal dengan ibu kota. Semoga keindahan alam itu selalu terjaga. Semoga kita selalu ingat hamblumminal allam

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mereka haus pelajaran dari keterbatasan fasilitas dan guru

      Delete
  5. Ada keindahan yang mengobati kelelahan. Selalu suka pantai.

    ReplyDelete
  6. Nah, kan. Jadi pengin mantai
    Tapi ....

    ReplyDelete
  7. Keren,serasa ikut menikmati perjalanan.

    ReplyDelete

Post a Comment

RPP/PERANGKAT