Media Publikasi Seni

Oleh: Ansar Salihin *)

A. Pendahuluan

Menurut kodratnya manusia adalah makhluk yang mengenal keindahan (animal a esthetikum). Manusia dalam usaha menuju ke arah penyempurnaan hidupnya memiliki dorongan dan keiinginan untuk memperbaikai diri. Jadi manusia dalam kesenian merupakan salah satu unsur dari kebudayaan manusia, setiap manusia memiliki nilai seni dalam dirinya. Hal ini terungkap dalam nilai seni atau keindahan tersebut manusia berekpresi menghasilkan karya-karya seni yang di dalamnya terdapat nilai-nilai estetika.

Secara etimologi, istilah seni menurut I.G. Bg. Sugriwa Seni berasal dari bahasa Sansekerta yang kurang lebih berarti; penyembahan, pelayanan, pemberian. Menurut Padmapuspitha seni dimungkinkan dari bahasa Belanda yaitu Genie diadopsi dari bahasa Latin yang artinya genius. (Suedarso, Sp, 2006: 6).


Kesenian sebagai ungkapan kreativitas manusia akan tumbuh dan hidup apabila masyarakat masih tetap memilihara, memberi peluang bergerak, serta menularkan dan mengembangkan untuk kemudian menciptakan sesuatu kebudayaan baru. Sebagai produk budaya yang melambangkan masyarakatnya maka kesenian akan terus berhadapan dengan masyarakat dalam arti kesenian menawarkan interpretasi tentang kehidupan, kemudian masyarakat menyambutnya dengan berbagai cara (Yandri, 2009:158).

Manusia sebagai mahkluk sosial tentunya tidak pernah lepas dari kehidupan masyarakat. Begitu juga dalam berkarya seni seorang seniman tidak dapat lepas dari masyarakat atau ruang publik. Karena yang menentukan nilai kelayakan atau ketidaklayakan sebuah karya adalah publik. Sehingga antara ruang publik dan karya seni tidak dapat dipisahkan.

Awalnya seni diciptakan untuk kepentingan bersama/milik bersama. karya- karya seni yang ditinggalkan pada masa pra-sejarah digua-gua tidak pernah menunjukan identitas pembuatnya. Demikian pula peninggalan-peninggalan dari masa lalu seperti bangunan atau artefak di Mesir Kuno, Byzantium, Romawi, India, atau bahkan di Indonesia sendiri. Kalaupun ada penjelasan tertentu pada artefak tersebut hanya penjelasan yang menyatakan benda/bangunan tersebut di buat untuk siapa.

Sebgaimana pendapat Gustami (2004:13) Suatu karya seni memiliki kekuatan untuk menyampaikan pesan kehidupan, yang biasa tersimpan di balik wujud fisiknya. Telah dikemukakan, karya seni yang hidup adalah karya seni yang memiliki kekuatan berdialog dengan penikmatnya, bisa membangkitkan komunikasi, bisa mendendangkan cerita visi dan misi yang diembannya, sungguh dialog itu adalah komunikasi antara seniman dengan penikmatnya.

Komunikasi antara seniman dengan masyarakat di ruang publik merupakan salah satu fungsi dari karya seni. Melalui karya senilah seniman manyampaikan pesan moral kepada penikmat seni. Sehingga seni di ruang publik bukan hanya berfungsi sebagai nilai estetis sebatas individualis, akan tetapi karya yang mampu berbicara persoalan moral, sosial, budaya dan sebagainya.

Bedasarkan latar belakang di atas ruang publik sangat berperan dalam kesenian. Karena publik merupakan wadah penyampaian pesan kesenian kepada masyarakat. Ruang publik seni terdiri dari media komunikasi, pendidikan seni, kritik seni, pameran, pementasan, galeri, dan ruang publik lainnya.

B. Pembahasan

1. Pengertian Publik Seni

Menurut Marhawni Ria Siombo publik adalah masyarakat umum sebagai anggota dari warga masyarakat dalam negara. Publik juga merupakan sekelompok orang (atau satu orang) yang jelas, yang menjalin atau harus menjalin hubungan istimewa dengan suatu kelompok. Dalam definisi sederhana, publik ju.ga bisa diartikan sebagai banyak orang atau juga umum (www.carapedia.com)

Publik seni menyentuh persoalan komunikasi karya seni terhadap masyarakat. Seni itu adalah publik, tampa orang lain menghayati karya seni maka karya seni itu tidak dapat berdiri sendiri. Maka komunikasi dalam karya seni membuahkan sebuah karya seni akan berjaya dan menjadi milik masyarakat.

Kajian retorika ilmiah Aristoteles menjelaskan bahwa untuk meyakinkan orang adalah dengan 3 cara, yakni memiliki pengetahuan yang luas, serta memiliki status yang terhormat (ethos). Kedua mampu menyentuh perasaan atau emosi pendengaran dengan ucapan yang diberikan (pathos). Ketiga meyakinkan dengan menampilkan segala macam bukti yang dapat dilihat secara nyata (logos) (www.studyinjogja.com).

Meyakinkan masyarakat terhadap karya seni, poin ketiga dari pendapat di atas sangat erat hubungannya dengan seni di ruang publik. Seni bukan hanya sekedar pengetahuan secara teoritis yang hanya dapat dibicarakan keindahannya. Akan tetapi seni harus dapat ditanpilkan dalam wujud nayata dihadapan masyarakat. Misalnya seni rupa menampilkan karya melalui pameran dan seni pertunjukan menampilkan karyanya melalui pementasan. Dengan demikian seni bukan lagi milik pribadi semata, namun seni menjadi bagian yang sangat penting bagi masyarakat umum.

Menurut Jakob Sumardjo (2000: 188) ada tiga unsur utama dalam proses pengakuan sebuah benda untuk dapat disebut karya seni, yaitu seniman, benda seni dan publik seni.

Benda seni secara langsung berkisar kepada karya seni itu sendiri. Apakah itu medium atau material karya seni yang menghasilkan suatu bentuk seni yang indah. Seni wujud melalui pendengaran untuk audio, media untuk penglihatan untuk visual (tampak). Media ini memberi peranan kepada seni misalnya seni halus lebih kepada media visual, seni musik lebih kepada media audio (Iryan Syair, 2011: 8)

Benda seni dapat dilihat dari aspek konteks, bentuk, isi (pesan). Semua aspek tersebut merupakan unsur-unsur komunikasi seni dalam suatu peristiwa seni dan melahirkan pengalaman seni. Pengalaman seniman terhadap seni akan mempengaruhi karya yang diciptakannya. Begitu juga dengan penikmat seni pengalaman individunya akan mempengaruhi ketika mengamati sebuah karya seni. Apabila pengalaman seniman dan penikmat memilki kesamaan, maka komunikasi seni akan lebih lancar. Begitu juga sebaliknya apabila pengalaman seniman bertolak belakang dengan pengalaman penikmat, komunikasi karya seni tidak akan berjalan dengan baik. Misalnya seniman dalam berkarya mempelajari teori seni Barat, sedangkan penikmat seni memahami teori seni Timur. Sehingga konteks budaya antara seniman dan penikmat seni akan bertentangan. Begitulah keberadaan karya seni di ruang publik.

Kesenjangan komunikasi seni dapat diatasi dengan pendidikan nilai seni yang terkonsep dengan baik, melalui pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Benda seni adalah perwujudan nilai seni yang mengacu kepada konteks sosio-budaya tertentu, dan hanya dapat berkomunikasi dengan masyarakat seni yang berkonteks sama. Pendidikan nilai seni yang sama akan melahirkan sistem nilai yang sama. Kemudian sistem nilai yang sama akan melancarkan komunikasi seni di ruang publik. dari situ baru bisa seni dikatakan dapat berdialog dengan penikmatnya (Jakob Sumarjdo, 2000: 190)

2. Komunikasi Seni

Komunikasi merupakan terjemahan kata communication yang berarti perhubungan atau perkabaran. Communicate berarti memberitahukan atau berhubungan. Secara etimologis, komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio dengan kata dasar communis yang berarti sama. Secara terminologis, komunikasi diartikan sebagai pemberitahuan sesuatu (pesan) dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan suatu media. Sebagai makhluk sosial, manusia sering berkomunikasi satu sama lain. Namun, komunikasi bukan hanya dilakukan oleh manusia saja, tetapi juga dilakukan oleh makhluk-makhluk yang lainnya ( Heriadi, 2011 “www. H3r1y4d1’s Blog.htm”).

Karya seni pada dasarnya merupakan perwujudan nilai seni seniman penciptanya yang ditunjukan kepada orang lain. Dari satu sisi, karya seni adalah wujud komunikasi seperangkat nilai seni. Dalam mengkomunikasikan nilai seni, seniman mewujudkan seniman mewujudkan gagasannya dalam wujud benda seni agar dapat diterima oleh orang lain. Dasar dan syarat penerimaan adalah konteks sosio- budaya. Karena konteks sosio-budaya dapat berubah dalam perkembangannya, nilai senipun dapat berubah pula (Jakob Sumardjo, 2000: 188)

Komunikasi antara seniman dengan masyarakat melalui karya seni dapat berubah setiap saat mengikuti perkembangan zaman. Karya seni masa lampau yang berfunsi sebagai ritual kepercayaan, bisa saja mengalami perubahan makna pada zaman sekarang bukan sebagai ritual lagi. Perubahan makna tersebut disebabkan komunikasi sosio-budaya telah mengalami perubahan. Pada zaman prasejarah kesenian lebih didekatkan kepada ritual keagamaan. Sedangkan pada zaman sekarang kesenian lebih didekatkan kepada niali estetis, hiburan bahkan kepada ilmu pengetahuan.

Menurut Endang Lestari dan MA. Maliki (www. Komli.com) proses komunikasi ada empat unsur yang mutlak harus dipenuhi karena merupakan suatu bentuk kesatuan yang utuh dan bulat. Bila salah satu unsur tidak ada, maka komunikasi tidak akan pernah terjadi. Unsur komunikasi seni yaitu :

1. Komunikator / Pengirim (Seniman)

Merupakan orang yang menyampaikan isi pernyataannya kepada orang lain. Dalam konteks seni, komunikator disebut juga seniman yaitu orang yang menciptakan karya seni yang ingin disampaikan kepada kepada penikmat seni

2. Komunikan / Penerima ( Penikmat Seni)

Merupakan penerima pesan atau berita yang disampaikan oleh komunikator. Dalam proses komunikasi, penerima pesan bertanggung jawab untuk dapat mengerti isi pesan yang disampaikan dengan baik dan benar. Yang menjadi penerima pesan dalam dalam komunikasi seni adalah atau masyarakat umum sebagai penikmat seni, yaitu orang-orang yang melihat, dan mengamati sebuah karya seni.

3. Saluran / Media Seni

Merupakan saluran atau jalan yang dilalui oleh isi pernyataan Seniman kepada penikmat seni. Media komunikasi seni dapat berupa pameran dan pementasan sebagai media langsung. Kemudian media tidak langsung seperti media massa, elektronik dan online.

4. Isi Pesan (Karya Seni)

Merupakan pernyataan yang ingin disampaikan oleh seniman kepada penikamatnya. Di sini karya seni menjadi isi pesan dalam sebuah komunikasi seni. Ada dua hal yang disampaikan dalam isi pesan yaitu teks karya dan konteks karya. Teks berarti bentuk atau wujud visual karya, sedangkan konteks berarti makna yang muncul dari sebuah karya. Misalnya konteks budaya, sosial, politik, ekonomi dan sebagainya.

Kemudian menurut Jakobson (Alek Sabur 2004: 68) skema penyampaian pesan secara tanda (semiologi) adalah sebagai berikut

Di dalam setiap situasi tutur, pihak pengirim (addesser) menyampaikan pesan (message) kepada pihak penerima (addresee). Agar dapat beroperasi dengan baik, pesan teresebut membutuhkan konteks (context) sebagai acuannya serta kode (code) yang sepenuhnya atau setidak-tidaknya sebagian telah dikenal oleh pihak pengirim maupun penerima. Dan akhirnya, hanya dengan adanya suatu kontaks (contact) yang menghubungakan pihak pengirim dan penerima, baik secara fisik maupun psikologis, maka keduanya dimungkinkan untuk melakukan komunikasi.

Jakob memberikan perumusan penyampaian pesan dalam komunikasi antara pemberi pesan dengan penerima pesan isinya ada empat komponen, yaitu kontek, pesan, kontak dan kode. Dalam karya seni di ruang publik Keempat komponen tersebut terdapat dalam dalam sebuah karya berupa tanda. Penyampain komunikasi seni ditentukan oleh seniman itu sendiri. apabila seniman dapat melahirkan idenya dengan baik kepada sebuah karya, maka komunikasi karya tersebut akan sampai kepada penikmatnya, begitu juga sebaliknya.

3. Pameran dan Pertunjukan

a. Pameran

Pameran merupakan suatu bentuk dalam usaha jasa pertemuan. Yang mempertemukan antara produsen dan pembeli namun pengertian pameran lebih jauh adalah suatu kegiatan promosi yang dilakukan oleh suatu produsen, kelompok, organisasi, perkumpulan tertentu dalam bentuk menampilkan display produk kepada calon relasi atau pembeli. Pameran merupakan salah satu publikasi pemasaran seni, terutama pemasaran karya seni rupa dan desain.

Pameran juga merupakan media publik seni, komunikasi karya secara langsung antara seniman dengan pengkarya. Artinya penikmat seni dapat secara langsung menikmati, mangamati karya seni. Langsung di sini yang dimaksudkan bukan berdialognya seniman dengan penikmat seni, namun berdialognya karya seni dengan penikmat seni. Di sinilah kedudukan karya seni lepas dari pengkaryanya, karya akan menjadi milik publik sepenuhnya. Terserah kepada penikmat seni bagaimana menilainya, apakah karya tersebut layak atau tidak layak dipersebahkan kepada masyarakat.

b.Pertunjukan

Lembaga pertunjukan seni adalah karya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok di tempat dan waktu tertentu. Seni pertujukan biasanya melibatkan empat unsur: waktu, ruang, tubuh si seniman dan hubungan seniman dengan penonton.

Meskipun pertunjukan bisa juga dikatakan termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan seni mainstream seperti teater, tari, musik dan sirkus, tapi biasanya kegiatan-kegiatan seni tersebut pada umumnya lebih dikenal dengan istilah performing arts atau seni pertunjukan. Seni performance adalah istilah yang biasanya mengacu pada seni konseptual atau avant garde yang tumbuh dari seni rupa dan kini mulai beralih ke arah seni kontemporer.

4. Lembaga Pendidikan Seni

Lembaga merupakan suatu kumpulan dari beberapa orang sehingga membentuk suatu kelompok, mempunyai tujuan yang sama dan mempunyai struktur organisasi yang jelas. Lembaga seni adalah suatu kumpulan beberapa orang sehingga membentuk suatu kelompok seni. mempunyai tujuan yang sama untuk menyalurkan aspirasi dan ide-ide seni. Dari ide tersebut terciptanya suatu karya seni dan mengembangkan seni secara meluas.

Lembaga pendidikan seni terbagi atas dua yaitu lembaga pendidikan nonformal (komunitas) dan lembaga pendidikan seni Formal.

a. Lembaga Pendidikan Seni Nonformal (Komunitas/sanggar)

Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. Komunita seni adalah sebuah perkumpulan orang-orang seni, memiliki kerterikatan dan memiliki tujuan bersama untuk mengembangkan seni secara bersama.

Kegiatan kesenian di komunitas pada dasarnya memakai sistem otodidak, kesenian berdarkan pengalaman bukan berdasrkan teori-teori seni. Dalam komunitas yang diutamakan adalah pengalaman dan keterampilan dalam berkesenian. Teori-teori seni tidak terlalu diperlukan selain dari pada teori pokok tentang praktek seni. Akan tetapi pada perkembanganya komunitas seni pada zaman sekarang ini juga menggunakan teori seni. karena banyak pendiri komunitas seni adalah seniman-seniman akademis.

b. Lembaga Pendidikan Seni Formal

Seiring perkembangan zaman berawal dari komunitas seni dan semakin banyaknya toeri-teori ilmu seni maka didirikanlah lembaga seni yang bersifak lembaga seni pendidikan. Lembaga seni pendidkan ada setara dengan sekolah menengah dan ada juga setara dengan perguruan tinggi.

Lembaga seni yang setara dengan sekolah menengah di Indonesia seperti SMIK, SSM, SST, SMKI, SSRI, dan sekolah seni lainnya. Kemudian lembaga seni yang setara dengan perguruan tinggi berawal dari KOKAR, kemudian berubah menjadi ASKI, STSI, dan ISI. Selain di bidang keguruan ilmu pendidikan di buka juga jurusan seni seperti FKIP seni bahasa dan sastra.

Dalam lembaga pendidikan seni seniman bukan hanya dicetak sebagai seniman yang mampu berkarya dan mempunyai keahlian dalam berkarya. Akan tetapi seniman dituntut harus mampu menjadi seniman akademis yang menguasai teori-teori seni secara terstruktur. Sehingga seni bukan lagi sebagai hobi, akan tetapi seni dapat menjadi ilmu yang bersifat ilmiah. Seniman selain berkarya harus mampu meneliti kesenian, menulis buku-buku seni, mengembangkan seni secara keilmuan dan mempertahankan seni secara ilmu pengetahuan.

5. Media Sebagai Panyampaian Pesan

Media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Dalam ilmu komunikasi, media bisa diartikan sebagai saluran, sarana penghubung, dan ala-alat komunikasi. Kalimat media sebenarnya berasal dari bahasa latin yang secara harafiah mempunyai arti perantara atau pengantar.

Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian orang masyarakat banyak (Sadiman, 2002: 6. Diakses dari http://www.scribd.com/doc/).

Media dalam publik seni berfungsi sebagai alat komunukasi secara tidak langsung antara karya seni dengan penikmat. Publikasi karya seni dalam media cakupannya akan lebih luas dan lebih banyak orang dapat menikmatinya. Misalnya pameran di Galeri Taman Ismail Marzuki tidak harus penikmat seni datang ke sana. Penikmat cukup melihat di media bagaimana karya seni tersebut.

Namun kelemahannya adalah penikmat tidak dapat langsung melihat, mengamati karya tersebut. Apalagi karya tersebut sudah dirubah ke dalam bentuk tulisan oleh kritikus. Masyarakat akan menikmati isi tulisan kritikus, bukan lagi menikmati karya seni. Fungsi kritkus di sini menyampaikan pesan kembali isi pesan karya seni kepada masyarakat umum.

Publikasi seni dengan media dapat memasarkan semua cabang seni baik seni pertunjukan, seni rupa, sastra dan seni yang lainnya. Media yang digunakan untuk publikasi seni adalah media cetak seperti koran, majalah, buku, jurnal dan sebagainya. Kemudian dapat juga dengan media elekronik seperti televisi, radio dan media online internet.

6. Kritik Sebagai Media Komunikasi

Kritik seni merupakan kegiatan menanggapi karya seni untuk menunjukkan kelebihan dan kekurangan suatu karya seni. Keterangan mengenai kelebihan dan kekurangan ini dipergunakan dalam berbagai aspek, terutama sebagai bahan untuk menunjukkan kualitas dari sebuah karya. Para ahli seni umumnya beranggapan bahwa kegiatan kritik dimulai dari kebutuhan untuk memahami kemudian beranjak kepada kebutuhan memperoleh kesenangan dari kegiatan memperbincangkan berbagai hal yang berkaitan dengan karya seni tersebut.

Sejalan dengan perkembangan pemikiran dan kebutuhan masyarakat terhadap dunia seni, kegiatan kritik kemudian berkembang memenuhi berbagai fungsi sosial lainnya. Kritik karya seni tidak hanya meningkatkan kualitas pemahaman dan apresiasi terhadap sebuah karya seni, tetapi dipergunakan juga sebagai standar untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil berkarya seni. Tanggapan dan penilaian yang disampaikan oleh seorang kritikus ternama sangat mempengaruhi persepsi penikmat terhadap kualitas sebuah karya seni bahkan dapat mempengaruhi penilaian ekonomis (price) dari karya seni tersebut.

Kritik karya seni memiliki perbedaan tujuan dan kualitas. Karena perbedaan tersebut, maka dijumpai beberapa jenis karya seni seperti yang disampaikan oleh Feldman (dalam Sem. C Bangun 2001: 7) yaitu kritik populer (popular criticism), kritik jurnalis (journalistic criticism), kritik keilmuan (scholarly criticism). dan kritik pendidikan (pedagogical criticism). Pemahaman terhadap keempat tipe kritik seni dapat mengantar nalar untuk menentukan pola pikir dalam melakukan kritik seni. Setiap tipe mempunyai ciri (kriteria), media (alat : bahasa), cara (metoda), sudut pandang, sasaran, dan materi yang tidak sama. Keempat kritik tersebut memiliki fungsi yang menekankan pada masing-masing keperluannya.

Seni memberikan kemerdekaan kepada siapapun. Baik kepada karyanya, penciptanya, kritikusnya maupun penikmatnya. Seorang kritikus dapat mengkritik karya orang lain dengan nilai apapun. Boleh mencaci maki, menjelekan, ataupun meninggikan nilainya. Akan tetapi seorang kritikus harus mengerti terlebih dahulu tentang ilmu seni apa yang akan di kritiknya.

C. Penutup

Karya seni pada dasarnya beranjak dari realitas sosial dan pengalaman pribadi, yang terjadi sehari-hari baik secara sadar maupun secara tidak sadar. Karena pengalaman impirik, fenomena sosial dan nilai budaya dalam masyarakat dapat dijadikan sebagai landasan dalam menciptakan karya. Dengan demikian karya seni memiliki suatu komunikasi antara seniman dengan masyarakat.

Publik seni menyentuh persoalan komunikasi karya seni terhadap masyarakat. Seni itu adalah publik, tampa orang lain menghayati karya seni maka karya seni itu tidak dapat berdiri sendiri. Maka komunikasi dalam karya seni membuahkan sebuah karya seni akan berjaya dan menjadi milik masyrakat.

Media komunikasi publik seni berfungsi sebagai penyampaian pesan antara seniman dengan penikmat seni. Media komunikasi publik terdiri dari media komunikasi langsung (pameran dan pertunjukan) dan tidak lamgsung (media massa, media elektonik, dan media online). Untuk menjaga komunikasi seni yang baik antara seniman dengan penikmat perlu adanya pemahaman yang sama mengenai seni yaitu melalui pendidikan seni.


DAFTAR PUSTAKA

Bangun, Sem C. 2001, Kritik Seni Rupa, ITB: Bandung.
Kartika, Dharsono Sony. 2004, Seni Rupa Modern, Rekayasa Sains: Bandung.
Masunah, Juju dan Titi Narawati. 2003, Seni dan Pendidikan Seni, P4ST UPI: Bandung.
Mike, Susanto. 2002, Diksi Rupa Kumpulan Istilah Seni Rupa, Kanisius anggota IKAPI: Yogyakarta.
Sabur, Alex. 2003, Semiotika Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya: Bandung.
Syair, Iryan. 2011, Tabloit Pituluik, Pers ISI Padangpanjang: Padangpanjang.
SP. Soedarso, 2006, Trilogi Seni, ISI Yogyakarta: Yogyakarta.
SP. Gustami, 2007, Butir-Butir Mutiara Estetika, Ide Dasar Penciptaan Karya, Prasiswa: yogyakarta.
Sumardjo, Jakob. 2000, Filsafat Seni, ITB: Bandung
Yandri. 2009, Pengaruh Budaya Global dalam Lokalitas Budaya Tradisi, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Sebuah makalah dalam seminar

Sumber Lain
Heriadi, 2011 Unsur-Unsur Komunikasi “www.H3r1y4d1’s Blog.htm” (diakses 4 Juli 2012)
_______ pengertian definisi publik “Carapedia.com html” (diakses 4 Juli 2012)
http://www.studyinjogja.com (diakses 4 Juli 2012)
Sadiman, 2002: 6. Pengertian Media “http://www.scribd.com/doc/” (diakses 4 Juli 2012)

*) Penulis adalah Koordinator FAM Indonesia Wilayah Aceh. weinansar@gmail.com

Comments

RPP/PERANGKAT